PEREMPUAN
DAN ANAK[1]
KDRT[2]
1.
KRONOLOGI
a.
Minggu
(17/5/2015) pukul 08.30 WIB terjadi perbuatan kekerasan dalam rumah tangga di
Jalan Sidomulyo Gang Nenas Selatpanjang, Kecamatan Tebingtinggi Riau.
b.
Pelaku
berinisial SU (40) yang saat ini menjabat sebagai direktur amik memukul
istrinya Nismalinda (38)
c.
Alasan
pelaku memukul korban adalah karna korban menolak untuk berhubungan badan.
d.
Karna
korban menolak, pelaku langsung marah dan memukul bagian wajah korban
berkali-kali.
e.
Akibat
kekerasan yang dilakukan pelaku, korban melaporkan pelaku ke Polres Kepulauan
Meranti,
f.
Setelah
korban melaporkan pelaku, Satuan Reskrim langsung mendatangi rumah pelaku namun
tidak berhasil karna pelaku marah-marah dan menolak untuk dimintai keterangan
terkait kejadian KDRT tersebut, dikarenakan tidak ada perintah pemanggilan
pelaku dari polres.
g.
Lalu
pelaku berhasil dibawa setelah anggota kepolisian membawa surat perintah
penahanan.
h.
Ketika
pelaku tiba di polres, pelaku sempat meminta jalur damai.
i.
Permintaan
damai dari pelaku ditolak oleh korban karna pelaku sudah sering melakukan
tindakan kekerasan terhadap korban.
2.
DASAR
HUKUM
a.
Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945, beserta perubahannya. Pasal 28G ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
RI Tahun 1945
b.
UU 1/1946 tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana serta Perubahannya;
c.
UU 1/1981 tentang KUHAP
d.
UU 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia
e.
undang-undang no. 23 tahun 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA.
f.
Surat Kapolri No Pol:
B/3022/XII/2009/SDEOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus
Melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR) serta Peraturan Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman Dasar Strategi dan
Implementasi Kepolisian Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri
3.
ATURAN
YANG DILANGGAR
a.
Pasal 28G ayat 1 “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak
atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”
b.
Pasal 356 (1) kuhp
berbunyi, Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat
ditambah dengan sepertiga: bagi yang
melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau
anaknya; Pasal 351(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama
dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah,
c.
Pasal
9 ayat 2 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman,
damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin”
d.
Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2004 pasal 44 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) “Setiap
orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima
belas juta rupiah).
e.
Pasal 5
huruf a berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya,
dengan cara : a. kekerasan fisik; b.
kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga.
4.
ANALISA
DAN KESIMPULAN
a.
Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga :
adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga (Ps 1 angka 1).
b.
Lingkup Rumah Tangga
Yang
termasuk cakupan rumah tangga menurut Pasal 2 UUPKDRT adalah:
·
suami, isteri, dan anak (termasuk anak
angkat dan anak tiri);
·
orang-orang yang mempunyai hubungan
keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah
tangga; dan/atau
·
orang yang bekerja membantu rumah tangga
dan menetap dalam rumah tangga tersebut, dalam jangka waktu selama berada dalam
rumah tangga yang bersangkutan (Ps 2 (2).
c.
Ketentuan pidana dalam UU PKDRT Kekerasan
fisik dalam lingkup rumah tangga, penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau
denda paling banyak Rp 15 juta. Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban
mendapat jatuh sakit atau luka berat penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun;
atau denda paling banyak Rp 30 juta
d.
Penyelesaian KDRT terbagi dua:
·
PIDANA
PENAL
Berdasarkan ketentuan pasal 102 KUHAP, maka menjadi keharusan bagi penyidik untuk segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan sebagai kewajiban baik keadaan tertangkap tangan maupun dalam keadaan tidak tertangkap tangan.Keharusan bagi penyidik (kepolisian) untuk segera melakukan tindakan penyelidikan tidak saja hanya diatur didalam KUHAP tetapi dalam Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga juga mengatur menegenai hal tersebut. Dalam Pasal 19 Undang-undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan bahwa : “Kepolisian wajib segera melakukan penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ”. Pasal 19 Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga mempertegas kembali apa yang telah diatur didalam Pasal 102 KUHAP, bahwa pihak kepolisian (baik itu penyelidik maupun penyidik) yang mengetahui atau menerima laporan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga segera melakukan penyelidikan guna untuk mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup agar dapat dilakukan tindakan penyidikan dan membuatnya terangnya suatu tindak kekerasan dalam rumah tangga tersebut dan dapat menemukan serta menentukan pelakunya. Dengan berlakunya Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, maka sebagian besar masyarakat sudah mulai sadar dan sudah mulai berani untuk melaporkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga terjadi, baik kekerasan yang di alaminya sendiri maupun yang dilihatnya.
·
MEDIASI
PENAL
Selain
penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan melalui jalur Penal,
maka penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga dapat juga dapat diselesaikan
secara damai yaitu melalui mediasi penal.Munculnya Undang-Undang Pengahapusan
Kekerasan dalam Rumah Tangga dan sosialisasi yang dilakukan atasnya, menyebabkan
kekerasan Dalam Rumah tangga yang mula-mula tidak banyak muncul di permukaan
menjadi makin banyak terkuak dan terdokumentasi. Pasal 54 Undang-undang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa Penyidikan,
penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dilaksanakan menurut ketentuan
hukum acara pidana yang berlaku kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
ini. Saat ini hukum acara yang berlaku adalah Undang-undang No. 8 tahun 1981
tentang kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan demikian maka
apabila terjadi kekerasan Dalam Rumah Tangga maka akan diproses seperti tindak
pidana yang lain.Sebagaimana diketahui dalam proses pemeriksaan perkara menurut
KUHAP tidak ada supaya mediasi penal. Dengan demikian jika penanganan kasus
Kekerasan dalam Rumah Tangga sesuai dengan Undang-undang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah. Akan tetapi dalam Proses
penyelesaian perkara KDRT melalui jalur mediasi penal dasarkan pada Surat
Kapolri No. Pol: B/ 3022/ XII/2009/ Sdeops tgl. 14 Desember 2009 tentang
Penanganan kasus melalui ADR, yaitu terhadap tindak pidana dengan kerugian
kecil dan disepakati oleh para pihak yang berperkara, melalui prisip musyawarah
mufakat, serta menghormati norma hukum sosial/adat dan berasaskan keadilan bagi
para pihak.
5. REKOMENDASI
Mediasi penal merupakan metode
penyelesaian sengketa yang cocok dalam menangani
perkara KDRT di Indonesia, terkhusus untuk perkara ini. Mengingat KDRT merupakan tindak pidana yang terjadi dalam ruang
lingkup rumah tangga,alangkah lebih baik penyelesaiannya dilakukan melalui
mediasi penal. Hal ini dilakukan agar dapat mempercepat proses penyelesaian perkara.
Dan yang terpenting adalah agar para pihak yang berkonflik(korban dan pelaku)
dapat bersatu kembali memperbaiki kondisi yang rusak. Tentu hal ini bisa
dilakukan terhadap tindak pidana KDRT
yang sifatnya ringan dan tawaran mediasi penal oleh penyidik bagi para pihak bersifat
sukarela. Oleh karenanya tidak dapat
dipaksakan oleh salah satu pihak kepada pihak lain sebagai lawan sengketanya.
Walaupun demikian, sebagai suatu bentuk perjanjian, kesepakatan yang telah dicapai
oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui forum ini harus ditaati
oleh para pihak. salah satu alasan atau pertimbangan menawarkan penyelesaian kasus
KDRT dengan sarana medias penal ialah untuk membantu mengurangi penumpukan
perkara dipengadilan. Mediasi penal sebagai solusi alternatif atas
masalah-masalah tindakpidana akan meminimalisir masalah tersebut. Dengan
mediasi penal para pihak berupaya menyelesaikanmasalah sendiri namun masih
dalam koridor hukum. Mediasi akan mempercepat putusan yang
akan diambil, karena hakim
akanmempergunakan hasil-hasil mediasiyang telah disepakati oleh
keduabelah pihak sebagai pertimbanganuntuk mengambil putusan. Hal ini akan
mengurangi ketidakpuasan para pihak.
0 komentar :
Posting Komentar