LBH Pekanbaru YLBHI

Jalan Ahmad Yani II No 7 Kel. Pulau Karam, Sukajadi, Pekanbaru-Riau (28126)
Telp : 085100314324
e-mail : lbhpekanbaru.ylbhi@gmail.com
lbh.pekanbaru_ylbhi@yahoo.co.id
Home » » TERKAIT KINERJA DINAS TENAGA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU ATAS PENANGANAN KASUS HUBUNGAN INDUSTRIAL

TERKAIT KINERJA DINAS TENAGA KERJA PEMERINTAH KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU ATAS PENANGANAN KASUS HUBUNGAN INDUSTRIAL


Peran menjaga stabilitas hukum terganggu atas tiadanya peran serta langsung oleh pemerintah. Pemerintah sebagai lembaga negara seharusnya menjunjung tinggi akan martabat hukum dan hak asasi manusia terkait problematika hubungan industrial antara pekerja dan perusahaan. Kasus hubungan industrial di Indonesia bukan hal yang baru, seakan-akan menjadi hari raya nasional setiap MayDay diperingati. Tentunya ini menjadi tugas rumah yang harus dipenuhi pemerintah terkait hak atas pekerjaan dan upah yang layak.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Kampar (Disnaker Kampar) yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah di daerah seharusnya mengerti betul atas tugas dan kewajibannya sebagai eksekutif. Tugas menjalan peraturan perundang-undangan seharusnya menjadi Disnaker Kampar menjadi percontohan dan mengayomi setiap tindak pelanggaran amanat undang-undang. Beberapa banyak laporan terkait kasus hubungan industrial seharusnya menjadi cerminan bagaimana kinerja lembaga pemerintahan. Keluhan para buruh akan menuntut haknya pupus sudah akibat tiada respon dan tanggapan Disnaker Kampar. Terkesan bahwa laporan mereka diabaikan menjadi para buruh putus asa. Tiada jalan lain yang ditempuh karna secara garis besar, tekhnis penanganan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah diatur dalam UU Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, UU Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta dan Kepmenaker Nomor Kep. 15A/MEN/1994 tentang Petunjuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja di Tingkat Perusahaan dan Pemerantaraan.
Upaya dalam menyelesaikan kasus perselisihan hubungan industrial mewajibkan adanya upaya mediasi berupa bipartit, tripartit, dan terakhir ke pengadilan hubungan industrial. Amanat dalam hukum acara pengadilan hubungan industrial untuk menyadur risalah anjuran terkait mediasi yang tidak tercapai kata sepakat oleh Disnaker adalah prosedur yang harus ditempuh oleh para buruh. Tetapi jika lembaga pemerintah saja menyepelekan peraturan bagaimana hukum bisa ditegakkan.
Pandangan Hukum
Di Indonesia Hubungan Industrial (Industrial Relation) merupakan hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam produksi barang/jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh, yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 (Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 13 Tahun 2013 Tentang Ketenagakerjaan). Dalam proses produksi diperusahaan pihak-pihak yang terlibat secara langsung adalah pekerja/buruh dan pengusaha, sedangkan pemerintah termasuk sebagai para pihak dalam hubungan industrial karena berkepentingan untuk terwujudnya hubungan kerja yang harmonis sebagai syarat keberhasilan suatu usaha, sehingga produktivitas dapat meningkat yang pada akhirnya akan mampu menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.

Peran pemerintah dalam hubungan industrial ini diwujudkan dengan mengeluarkan berbagai kebijakan, peraturan perundang-undangan yang harus ditaati oleh para pihak, serta mengawasi atau menegakkan peraturan tersebut sehingga dapat berjalan secara efektif, serta membantu dalam penyelesaian perselisihan industrial. Dengan demikian, kepentingan pemerintah dalam hubungan industrial adalah menjamin keberlangsungan proses produksi secara lebih luas, sedangkan bagi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dalam melaksanakan hubungan industrial berfungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasinya secara demokratis, mengembangkan keterampilan dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya, kemudian pengusaha/organisasi pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial mempunyai fungsi menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja, dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh secara terbuka, demokratis dan berkeadilan.

Hubungan kerja antara pekerja dengan majikan sesungguhnya adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara kedua belah pihak untuk mendapatkan hak dan menjalankan kewajiban masing-masing. Hak dan kewajiban tersebut tertuang dalam perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis atau lisan. Dalam perjanjian kerja tersebut harus secara jelas mengatur jam dan waktu kerja, besarnya upah, upah lembur, pelindungan kesehatan, dan sebagainya. Juga diatur tentang hak dan kewajiban pekerja serta hak dan kewajiban pengusaha bila hubungan kerja berakhir atau diakhiri oleh salah satu pihak. Persoalan yang paling sering muncul selain konflik menyangkut upah juga masalah kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK). Ada beberapa komponen kompensasi PHK yaitu :
1.      Uang Pesangon.
2.      Uang Penghargaan Masa Kerja.
3.      Uang Penggantian Hak.
4.      Uang Pisah.

Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2004, ayat (6 dan 7) menjelaskan pengertian Pengusaha dan Perusahaan yaitu:
1.      Pengusaha (Ayat 6) adalah:
a.       Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan
b.      suatu perusahaan milik sendiri.
c.       Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri
d.      sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.
e.       Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di
f.       Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan
g.      (b) yang berkedudukan diluar wilayah Indonesia.
2.      Perusahaan (Ayat 7) Adalah:
a.       Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
b.      Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Sedangkan menurut Undang-Undang No.2 Tahun 2004 ayat (8 dan 9) menjelaskan pengertian dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan pengertian dari pekerja/buruh yaitu:
1.      Serikat Pekerja/Serikat Buruh (ayat 8)
Organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik diperusahaan maupun diluar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri,demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya;
2.      Pekerja/Buruh (ayat 9)
Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 2004, Pasal 1 Ayat 1 menjelaskan bahwa perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

A.    Peran dan Fungsi Mediator dalam Proses Mediasi Hubungan Industrial
Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004, pasal 1 angka 11 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Mediasi hubungan industrial yang selanjutnya disebut mediasi adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

Susanti Adi Nugroho dalam bukunya “Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa (2009:141), tertulis bahwa mediasi adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa yaitu suatu proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu memperoleh kesepakatan yang memuaskan”.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2004, pasal 1 angka 12 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut Mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

ILO (International Labour Organization) “Pedoman Kerja Mediator, Konsiliator dan Arbiter Hubungan Industrial (2006:67) menjelaskan Mediator adalah seseorang yang bertindak sebagai pihak ketiga yang netral membantu penyelesaian perselisihan secara sukarela”. Dibanyak negara, pihak ketiga tersebut seringkali adalah pejabat pemerintah yang berfungsi sebagai seorang mediator dalam kapasitas perorangan. Sering dikatakan bahwa mediasi pada dasarnya adalah pekerja satu orang.

Lalu Husni, dalam bukunya “Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan dan Di Luar Pengadilan (2004) menjelaskan bahwa Mediator adalah pegawai pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan dan yang menjadi mediator adalah siapa saja yang dikehendaki oleh para pihak yang memiliki keahlian dan kemampuan”. Untuk itu termasuk kemungkinan dipilihnya pegawai pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan. Sedangkan kewajiban mediator untuk memberikan anjuran tertulis masih dalam batas kewenangan mediator, guna membantu para pihak mencari format penyelesaian serta anjuran tersebut bukan merupakan keputusan yang bersifat mengikat.

Susanti Adi Nugroho, dalam bukunya “Mediasi Sebagai AlternatifPenyelesaian Sengketa (2009) tertulis bahwa Mediator adalah pegawai yang berada dikantor instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan kabupaten/kota”. Pada dasarnya mediator berstatus sebagai pegawai negeri sipil dan berkaitan dengan hal itu, maka disamping harus dipenuhi persyaratan sebagai pegawai negeri sipil pada umumnya, seseorang memungkinkan diangkat sebagai mediator bila ternyata memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.      Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.      Warga Negara Indonesia.
3.      Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter.
4.      Menguasai peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan.
5.      Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
6.      Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1).
7.      Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Menurut Susanti Adi Nugroho (2009:51) “Pada dasarnya seorang mediator berperan sebagai penengah yang membantu para pihak untuk menyelesaikan perselisihan/sengketa yang dihadapinya”. Seorang mediator juga akan membantu para pihak untuk membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perlu dihadapi secara bersama. Selain itu, juga guna menghasilkan kesepakatan, sekaligus seorang mediator harus membantu para pihak yang bersengketa untuk merumuskan berbagai pilihan penyelesaian sengketanya. Tentu saja pilihan penyelesaian sengketanya harus dapat diterima dan memuaskan kedua belah pihak. Setidaknya peran utama yang mesti dijalankan seorang mediator adalah mempertemukan kepentingan-kepentingan yang saling berbeda, agar mencapai titik temu yang dapat dijadikan sebagai pangkal tolak pemecahan masalahnya.

Selanjutnya Gary Goodpaster dalam Susanti Adi Nugroho (2009:52) mengemukakan bahwa “Peran mediator menganalisis dan mendiagnosis atau sengketa tertentu dan kemudian mendesain serta mengendalikan proses serta intervensi lain dengan tujuan menuntun para pihak untuk mencapai suatu mufakat sehat”. Diagnosis sengketa penting untuk membantu para pihak mencapai mufakat.

Peran penting Mediator itu adalah :
1.      Melakukan diagnosis Konflik.
2.      Identifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis.
3.      Menyusun agenda perundingan.
4.      Memperlancar dan mengendalikan komunikasi.
5.      Mengajar para pihak dalam proses keterampilan tawar-menawar.
6.      Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting.
7.      Penyelesaian masalah untuk menciptakan pilihan-pilihan.
8.      Diagnosis sengketa untuk memudahkan penyelesaian problem.

Menurut Fuller dalam Takdir Rahmadi (2010:14) mediator memiliki beberapa fungsi, yaitu :
1.      Katasilator, yaitu diperlihatkan dengan kemampuan mendorong lahirnya suasana yang konstruktif bagi dialog atau komunikasi diantara para pihak dan bukan sebaliknya, yakni menyebarkan terjadinya salah pengertian dan polarisasi diantara para pihak.
2.      Pendidik, yaitu berusaha memahami kehendak, aspirasi, prosedur kerja, keterbatasan politis, dan kendala usaha dari para pihak.
3.      Sebagai Penerjemah, yaitu mediator harus berusaha menyampaikan dan merumuskan usulan pihak yang satu kepada pihak lainnya melalui bahasa atau ungkapan yang enak didengar oleh pihak lainnya, tetapi tanpa mengurangi maksud dan sasaran yang hendak dicapai oleh si pengusul.
4.      Sebagai Narasumber, yaitu mediator harus mampu mendayagunakan atau melipatgandakan kemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia.
5.      Sebagai Penyandang Berita Jelek, yaitu mediator harus menyadari bahwa para pihak dalam proses perundingan dapat bersikap emosional, maka mediator harus siap menerima perkataan dan ungkapan yang tidak enak dan kasar dari salah satu pihak.
6.      Sebagai Agen Realitas, yaitu mediator harus memberitahu atau member pengertian secara terus terang kepada satu atau para pihak, bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dicapai melalui sebuah proses perundingan.
7.      Sebagai Kambing Hitam, yaitu mediator harus siap menjadi pihak yang dipersalahkan apabila orang-orang yang dimediasi tidak merasa sepenuhnya puas terhadap prasyarat-prasyarat dalam kesepakatan.

B.     Analisis Kasus
Disnaker Kampar dengan berperan sebagai Katalisator, Pendidik, Penerjemah, Narasumber dan Agen Realitas sesuai dengan peraturan UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yaitu sebagai berikut :

1.      Sebagai Katalisator dalam Proses Mediasi
Peran Disnaker Kampar sebagai katalisator melalui mediator hubungan industrial adalah hal yang utama atau hal dasar dalam menyelesaikan suatu kasus perselisihan hubungan kerja yaitu bahwa Disnaker Kampar dalam bertindak sebagai katalisator, mengundang para pihak yang berselisih untuk dapat menyelesaikan perselisihan secara musyawarah dan berhasil membuat keadaan penyelesaian perselisihan dalam keadaan yang kondusif dan tidak menimbulkan kesalahpahaman diantara para pihak yang berselisih.

Disnaker Kampar menggunakan kemampuannya secara maksimal guna memberikan yang terbaik kepada para pihak yang berselisih sehingga para pihak yang berselisih saat itu tidak menimbulkan kesalahpahaman. Kedua belah pihak yang berselisih diberikan kesempatan untuk mempresentasikan atau saling menjelaskan duduk persoalan yang menjadi pokok sengketa mereka kepada mediator secara bergantian. Dimana tujuan dari presentasi itu adalah untuk mendorong lahirnya suasana yang kondusif dan tidak menimbulkan kesalahpahaman diantara para pihak.

2.      Sebagai Pendidik dalam Proses Mediasi
Disnaker Kampar dalam menjalankan perannya sebagai pendidik, memahami betul apa yang dikehendaki oleh pihak pekerja sebagai pihak pengadu terhadap perusahaan yang telah memberikan PHK tanpa memberikan pesangon kepada pekerja saat itu, kemudian pihak Disnaker Kampar mencoba memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak yang berselisih untuk melakukan sebuah perundingan bipartit agar kedua belah pihak dapat menemukan sebuah kesepakatan. Berhubung pada saat itu kedu belah pihak yang berselisih tidak menemukan sebuah kesepakatan maka perundingan secara bipartit di pandang gagal dan pihak Disnaker Kampar sebagai pihak ke-3 atau pihak penengah yang netral melanjutkannya kepada tahap mediasi sesuai dengan prosedur kerja untuk membantu menangani dan menyelesaikan perselisihan tersebut.

3.      Sebagai Penerjemah dalam Proses Mediasi
Disnaker Kampar dalam berperan sebagai penerjemah atau sebagai penyampai pesan, sebelumnya meminta pihak pekerja untuk menjelaskan pokok permasalahannya dan menjelaskan selengkap-lengkapnya mengenai usulan-usulan apa saja yang pihak pekerja inginkan dari pihak perusahaan, kemudian setelah usulan pihak pekerja diketahui dan pihak Disnaker Kampar yang menangani bidang Hubungan Industrial pun telah mendapatkan surat perintah tugas untuk membantu menangani dan menyelesaikan perselisihan tersebut, barulah pihak Disnaker Kampar menyampaikan usulan tersebut kepada pihak perusahaan dengan bahasa yang dapat diterima.

Pihak Disnaker Kampar membantu para pihak membingkai persoalan yang ada agar menjadi masalah yang perlu dihadapi secara bersama dan pihak Disnaker Kampar dapat mempertemukan kepentingan-kepentingan yang saling berbeda, sebagai pembuka jalur komunikasi kedua belah pihak yaitu menyampaikan kepada pihak perusahaan yang bersangkutan mengenai apa yang menjadi usulan pihak pekerja sebagai pihak pengadu agar mencapai titik temu yang dapat dijadikan sebagai pangkal tolak pemecahan masalahnya.

4.      Sebagai Narasumber dalam Proses Mediasi
Informasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam membantu menyelesaikan permasalah perselisihan dibidang hubungan industrial tersebut, agar segala sesuatu hal yang dibutuhkan pada saat mediasi yaitu pada waktu penyelesaian suatu masalah, hal-hal tersebut dapat dijadikan landasan untuk menyelesaikan suatu masalah.

5.      Sebagai Agen Realitas dalam Proses Mediasi
Dalam hal ini, pihak Disnaker Kampar sebagai pihak ke tiga yang netral dari kedua belah pihak yang berselisih mencoba memberikan pemahaman atau melakukan negosiasi kepada pihak perusahaan yang bersangkutan dan mediator membuatkan perjanjian bersamanya yang juga telah ditandatangani oleh kedua belah pihak tanda terjadinya sebuah kesepakatan bersama serta membuatkan laporan hasil mediasi penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan laporan perjalanan dinas yang berarti berakhirnya perselisihan kedua belah pihak pada saat itu.

Peran Disnaker Kampar sebagai agen realitas adalah peran yang menjadi tolak ukur suatu keberhasilan dalam menyelesaikan kasus perselisihan hubungan kerja karena peran sebagai agen realitas telah mampu memberikan pengertian kepada salah satu pihak bahwa sasarannya tidak mungkin atau tidak masuk akal untuk dapat dicapai melalui proses perundingan dan hal yang mereka putuskan dapat merugikan pihak lain. Sehingga dengan menjalankan peran ini pihak pekerja dan pihak perusahaan dapat menyelesaikan perselisihan yang terjadi secara musyawarah tanpa harus melalui pengadilan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan inipun juga berdasarkan atas keputusan bersama oleh para pihak dan para pihakpun menandatangani surat perjanjian bersama dengan disaksikan oleh pihak Disnakertrans Provinsi Riau sebagai pihak penengah dari pihak yang bersengketa sesuai dengan prosedur kerja dan perundang-undangan yang berlaku.

Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut bahwa Peran Disnaker Kampar tidak berhasil dalam menyelesaikan kasus perselisihan hubungan kerja secara optimal, secara adil dan sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.

Rekomendasi
Melihat kenyataan dari kesimpulan di atas, bahwa peran yang telah di jalankan oleh Disnaker Kampar yang menangani urusan ketenagakerjaan tidak berjalan dengan baik, maka:
1.      Penulis menyarankan agar pihak Disnaker Kampar yang menangani dan menyelesaikan kasus perselisihan hubungan industrial/hubungan kerja tersebut dapat melaksanakan kewajibannya agar tujuan awal dibentuknya Disnaker Kampar sesuai dengan tujuan, visi dan misi serta sesuai dengan apa yang diharapkan khususnya untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak pekerja/buruh.
2.      Dengan adanya peran dan fungsi Disnaker Kampar sebagai agen realitas bagi para pihak yang berselisih agar dapa ditingkatkan mengenai peran tersebut, karena peran sebagai agen realitas sangat berpengaruh pada hasil akhir yang hendak dicapai pada saat penyelesaian suatu masalah serta dapat dipergunakan pada penyelesaian perselisihanperselisihan lainnya yang menyangkut masalah di bidang hubungan industrial yang akan mendatang.

0 komentar :